
DENGGOL Bicara : Semoga tidak cukup sampai disini.
Pertunjukan teater yang diperankan oleh Ratih Indriani, Savika Nurul’ain, Owen Muhammad sengat di apresiasi oleh penonton, terutama kalangan pelajar dan mahasiswa yang antusias terhadap perkembangan dunia teater. (Rabu,5/02/2025)
Alunan musik yang dibawakan oleh Najwa Fitria, Daunku Mufti Fachrawi membuat penonton semakin tarbawa oleh suasana pertunjukan tersebut
Pertunjukan teater yang disutradarai oleh Boedi Poernomo saat diwawancara melalui pesan singkat wattsapp mengatakan judul itu diambil dari selarik kenangan hingga pertemuan Apologis yang Memuitik drama ini membicarakan tentang dua waktu; antara kenangan dan pertemuan apologis kedua tokoh, Bayang dan Silam, tokoh A dengan Tokoh B, lelaki dengan perempuan, antara masa lampau dan masa kini. Dan di antara dua waktu itu terselip peristiwa rasa; kehilangan. Kehilangan kemudian menjadi benang merah yang mengidentifikasikan puisi itu sendiri. _’Tegasnya”_
Bahwa perasaan kehilangan dan peristiwa apa pun yang memiliki fatsun kenangan adalah milik semua insan. Namun kenangan hanyalah masa lalu—peristiwa menghati yang telah melampau masa tertentu. Apa jadinya jika masa lalu bersanding dengan peristiwa (waktu) sekarang? Tak lain keromantisan yang muncul ke permukaan. Sekalipun keromantisan dalam sebuah drama tidak melulu dijabarkan dengan kata-kata yang indah, namun tak dapat dielakkan jika unsur dialog yang elok dapat menggeser segala sesuatunya tentang romantisme.”Ujarnya”
Segala peristiwa yang berada di front stage, baik dari unsur dialog, gesture, serta langkah peran pun menguatkan nuansa drama puitik yang mengusung rasa kehilangan, kenangan, romantisme, harapan serta perbincangan masa depan dalam sebuah pertemuan yang apologis. Pemuaian dari perasaan yang dimiliki secara personal menjadi milik semua orang, termasuk di dalamnya adalah penonton.
Kita sedang melihat drama yang puitis atau menyaksikan larik puisi yang didramatisasikan?
“Lakon ini tidaklah berbicara tentang apa yang biasa muncul dalam peristiwa-peristiwa besar, filsafat, apalagi trend politik yang temporer dan banal. Lakon ini hanyalah tentang kehilangan yang pernah di alami seseorang dan semua orang”.
Biaya Produksi untuk pagelaran nya itu mandiri Pementasan ketiga kali nya tersebut dilaksanakan di Aula Nyi Endang Dharma Universitas Wiralodra Indramayu.
Dari sini kita bisa ambil kesimpulan dan pesan untuk pemerintah daerah untuk lebih perhatian, jangan cuma nanggap seni tradisi bae. _”Tegasnya”_sorana.co.id/Red/Ridwan
