DENGGOL Bicara Siapa Dia : Pertahankan pelaku usaha perikanan tidak gulung tikar
SORANA.CO.ID – INDRAMAYU JAWA BARAT
Nelayan Indonesia yang tergabung dalam Front Nelayan Bersatu (FNB) terdiri dari DPC HNSI Kabupaten/Kota se-Jawa Barat dan Jawa Tengah DPC HNSI Penjaringan Jakarta Utara dan Organisasi Paguyuban Nelayan Seluruh Pantura menyampaikan tuntutan dan mendesak kepada Presiden Joko Widodo dan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) untuk merevisi sejumlah kebijakan yang dianggap merugikan nelayan.
Kebijakan Kementrian Kelautan dan Perikanan dianggap belum berpihak kepada pelaku usaha maupun nelayan, keberatan dirasakan pada indeks tarif paksa produksi pada aturan 10 persen yang tertuang pada Peraturan Pemerintah No 85 Tahun 2021 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada KKP. Kemudian bagi pelaku usaha juga adanya sangsi administrasi pelanggaran dan denda yang mempersempit peluang usaha untuk bertahan.
Kordinator umum Front Nelayan Bersatu, Kajidin mengatakan kenaikan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dan kenaikan harga BBM di industri perikanan, cukup merugikan. “Kenaikan PNBP dan harga BBM sangat merugikan nelayan, dalam hal ini adalah anak buah kapal (ABK). Pasalnya, bagi pemilik kapal ini bukan persoalan besar. Karena jika pemilik kapal rugi, mereka tinggal mengikat kapalnya dan tidak memberangkatkan. Berbeda dengan nasib ABK yang bergantung dengan berangkat atau tidaknya kapal nelayan untuk berlayar mencari ikan.” Terangnya.
salah satu pemilik kapal nelayan di Indramayu Mengungkapkan, “Kebijakan ini bagi kami selaku pelaku usaha itu sangat memberatkan. Belum lagi ditambah sanksi-sanksi administrasi denda dan sebagainya,” singkat Robani Hendra Permana. Robani menambahkan, Selain itu harga BBM jenis solar di industri perikanan juga terus mengalami kenaikan. Saat ini harga BBM untuk kebutuhan berlayar Rp 16.900 per liter. Keluhnya.
Nelayan pantura baik di Jawa Barat, Jawa Tengah dan DKI Jakarta juga telah bersepakat dan mengirimkan surat kepada KKP dan Kementerian Keuangan terkait keluhan nelayan dan pelaku usaha perikanan. Dalam kesempatan tersebut, nelayan Pantura Indramayu juga menggelar aksi damai di kawasan sentra perikanan karangsong pada Jumat (3/6/2022). Mereka meminta pemerintah untuk merevisi kebijakan-kebijakan yang merugikan industri perikanan di Indonesia.
Berikut Aspirasi Nelayan Pantura :
1.Pemerintah ataupun pihak terkait lainnya untuk merevisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 85 Tahun 2021 terkait : Indeks Tarif Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) paska produksi, Untuk ukurankapal GT< 60 adalah 2 persen, Kapal ukuran 60<GT<100 adalah 3 persen.2.Menolak masuknya kapal asing dan eks asing ke Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) Indonesia dan penurunan tarif tambat labuh.
3.Meminta alokasi ijin penangkapan 2 WPP yang berdampingan.4.Mengusulkan Adanya harga BBM industri khusus untuk kapal nelayan di atas 30 GT dengan harga maksimal Rp 9.000 per liter.5.Meminta alokasi tambahan BBM bersubsidi jenis solar untuk nelayan ukuran maksimal 30 GT dan Pertalite bersubsidi untuk kapal di bawah 5 GT.6.Merevisi sangsi denda administrasi terkait pelanggaran WPP dan Vessel Monitoring System (VMS) atau Sistem Pemantauan Kapal Perikanan (SPKP).
7.Pemerintah lebih mengedepankan tindakan pembinaan dalam pelaksanaan penegakan hukum kapal perikanan.8.Meminta pemerintah agar mengakomodir kapal-kapal eks cantrang untuk dialokasikan ijinnya menjadi jaring tarik berkantong dan mempermudah dalam proses perijinan. (ras#//tedy-rhozo//sorana.co.id)